Thursday, October 29, 2015

KU PINANG KAU DENGAN PUISI



KU PINANG KAU
DENGAN PUISI



Teng...!!!
Bel masuk berbunyi.
Hari ini kelas 3B adalah pelajaran Bahasa Indonesia pada jam pertama. Bu Naysya sebagai guru Bahasa Indonesia sudah siap memberikan materinya.
“Anak-anak,” ujar Bu Naysya. “Hari ini ibu beri tugas kalian untuk membuat puisi.”
“Temanya apa, bu?” tanya murid-murid.
“Bebas,” jelas Bu Naysya. “Ibu ingin tahu mood apa yang ada dalam otak dan perasaanmu saat ini.”
“Baik, bu,” angguk murid-murid.
Suasana kelas jadi hening. Pikiran murid-murid sibuk mencari kata-kata yang bagus untuk dirangkai jadi sebuah puisi.
Suasana hening hingga bel istirahat berbunyi. Murid-murid segera menyerahkan puisinya ke meja Bu Naysya. Bu Naysya membawanya pulang untuk diperiksa di rumah.

***

Esok harinya, di halaman sekolah...
“Hai, Galang...” seru Omah, anaknya Bu Naysya.
“Eeh, Omah...” Galang menghentikan langkahnya. “Ada apa?”
“Mmm...” Omah senyum-senyum. “Pinang aku juga, dong...”

“Pinang?” Galang bengong. “Pinang temennya makan sirih itu?”
Bukan ituuu...” Omah klamas-klemes.
“Ooo... Pinang dibelah dua maksudnya?”
“Ih, bukan itu jugaaa...”
“Lalu...?”
“Pinang yang ada dalam puisimu ituuu...”
“Ooo, ituuu... Ya nanti aku cariin dulu daon sirihnya.” Galang merasa geli dalam hatinya.
“Buat apa?” tanya Omah kesal.
“Katanya kamu mau makan sirih.”
Emang gue nenek-nenek apa? Uh...!”
Omah lalu pergi dengan kesal.
Galang memandangi kepergian Omah sambil senyum-senyum. “Yang ku pinang gadis Bandung, yang datang malah gajah Lampung. Ya Alloh, astaghfirulloh...,” gumamnya sendirian.

***

Tak terasa sudah bertemu lagi dengan pelajaran Bahasa Indonesia. Murid-murid sudah menunggu apa yang akan diberikan oleh Bu Naysya.
“Sekarang ibu ingin tahu ekspresi kamu dalam membawakan puisi,” ujar BU Naysya. “Coba silahkan satu per satu maju ke depan kelas. Beri acungan jempol buat puisi yang menurut kalian bagus.”
Satu per satu anak-anak kelas 3B tampil ke depan kelas mengekspresikan puisi yang telah dibuatnya sendiri.
Tibalah giliran Galang untuk membacakan puisinya ini...


KU PINANG KAU

Ku pinang kau
dengan untaian puisi
yang kan melekat
dalam dinding hatimu

Ku tunggu kau
di pantai sepi kesendirian
di bawah mendung bermuatan halilintar
di tengah gemuruh ombak yang mencekam
bersama pinanganku yang tak lebur oleh waktu...


Hampir semua anak-anak memberikan acungan jempol pada Galang. Sementara Galang hanya tersenyum saja.
“Galang, tunggu sebentar,” tahan Bu Naysya.
“Ya, bu.” Galang tak jadi pergi duduk ke bangkunya.
“Di antara puisi-puisi teman-temanmu yang ada, yang lebih memiliki karakter penjiwaan hanyalah puisi kamu ini.”
“Huuuhhh...!” seru anak-anak.
“Apakah di antara gadis-gadis cantik di kelas ini ada yang ingin kamu pinang?” tanya Bu Nay sambil tertawa kecil.
Galang tersenyum malu. Tak ada jawaban dari bibirnya. Sementara matanya melirik ke arah Ayna yang duduk di bangku depan sebelah kirinya. Ayna kemudian menundukkan wajahnya.

***

Saat pulang...
Galang dan Ayna jalan beriringan. Mereka saling berdekatan, nampak biasa-biasa saja.
“Belajar Bahasa Indonesia kayak bukan pelajaran ya...” Galang memulai pembicaraan.
“Begitulah mungkin...” balas Ayna. “Tapi puisi kamu tadi bagus juga tuh.”
“Segala sesuatu kalo dibuat dengan hati, hasilnya akan berbeda...” ujar Galang diplomatis.
Ayna manggut-manggut. “Eh, kalo boleh tau, ada seseorang yang dituju dari puisi itu?” tanyanya.
“Mmm...” beberapa detik Galang mengulur waktu, dan selanjutnya ucapnya, “Gimana kalo ke... kamu aja...?”
“Apa?” Ayna menghadang jalan Galang.
Galang menghentikan langkahnya.
Mereka saling berhadapan dan berpandangan.
“Kamu becanda ya?” tanya Ayna tak yakin.
Serius kok,” balas Galang pasti.
“Tapi kan, kita masih sekolah, masa sih pinang-pinangan?”
“Anggap aja itu sebuah ikatan janji...”
Suara klakson motor dan mobil yang berhenti, bersahutan silih berganti. Galang dan Ayna tidak menyadari kalau posisi mereka berdua makin merayap ke tengah jalan raya. Seorang polisi datang menghampiri mereka berdua...
“Ade-ade...” tegur pak polisi sambil geleng-geleng kepala menyaksikan ulah anak muda zaman sekarang. “Kalau mau akting, jangan di jalanan. Lihat, mengganggu arus lalu lintas...”
“Oh iya, pak, kami mohon maaf...” ujar Galang dan Ayna menyadari kelalaiannya.

Di persimpangan jalan, Galang dan Ayna berpisah menuju rumah masing-masing. Dalam benak dan perasaan mereka, sama-sama tumbuh sesuatu yang terasa indah untuk dikenang.

******



No comments:

Post a Comment

KETIKA CINTA BERCADAR: FOTO SLIDE SHOW

FOTO SLIDE BUKU "KETIKA CINTA BERCADAR" Ini adalah beberapa ulasan secara slide tentang buku KETIKA CINTA BERCADAR.